SAC.

Foto saya
Yogyakarta, DIY, Indonesia
SAC - Saturday Acting Club is an art of acting lovers organization (the actors). Formed in early 2002 named Saturday Acting Class led by Rukman Rosadi along with several theatre students at Indonesian Institute Of The Art Yogyakarta. Great desire of the members to continue to assess, dig, and cultivate the art of acting and open a wider space for art lovers acting, make us an independent official under the name SAC - Saturday Acting Club of Yogyakarta in 2006. This group is a group of people who wrestle in the areas of science theater, concentrating on the creation, exploring all the style of acting, and an unlimited-ism. SAC now with 50 personnel (consisting of members of the heterogeneous background, student, students, generally in Yogyakarta) remains open to anyone who has the same concern. Based on the awareness : "Theatre with a variety of aspects in it, is the door to the intelligence", SAC still continues to try to establish cooperation with various groups / arts community at home and abroad both in the organization of performances, workshops, discussions, as well as acting education. "

Rabu, 04 Mei 2011

Membuka "HOLOCAUST RISING" Antara Kekejaman Nazi hingga Kekerasan Dalam Keluarga Zaman Ini.

"Senyuman Hyena!! (pada bapakCita-citaku cuma menyobek  mulutmu! Ah..Gigimu kotor penuh bekas dosa. Kalau kujebol perutmu..ha!  masih tersisa makananmu, hati mentah orang-orang yang kau singkirkan. Kepala-kepala bayi yang kau takut akan menyingkirkanmu. Seperti hasratmu memotong - motong tubuhku karena kau takut aku menaruh bom di ranjangmu". 
-dialog 'Anak' dalam naskah 'HOLOCAUST RISING'-



HOLOCAUST RISING POSTER

Holocaust atau holokauston (Yunani) yang berarti "persembahan pengorbanan yang terbakar sepenuhnya" adalah genosida sistematis yang dilakukan nazi Jerman pada masa Perang Dunia II. Bangsa Yahudi, bangsa Polandia, Rusia, suku Slavia, penganut agama Katolik Roma, orang cacat, homosekual, Saksi-saksi Yehua (Jehovah's Witnesses), komunis, suku Gipsi (Orang rom dan Sinti) dan lawan-lawan politik Nazi di Eropa merupakan korban-korban utama dalam Holocaust. Genosida pembunuhan masal ciptaan Adolf Hitler ini dilaksanakan dengan tembakan langsung, penyiksaan, gas racun, dan pembakaran masal di Kamp konsentrasi. Total jumlah korban Holocaust Nazi bisa mencapai 9- 11 Juta Jiwa.


JUMLAH KEMATIAN YANG FANTASTIS!
Kita masih bisa mengingat peristiwa Hiroshima-Nagasaki, G30S-PKI, pengeboman di Bali, perang suku di Kalimantan,pembantaian di Tiananmen dan terakhir kasus kerusuhan di Tanjung Priok. Nampaknya kekerasan bisa terjadi dimana saja, bibit-bibit kekejaman bisa tumbuh dimana-mana. Agama sebagai benteng terakhir nampaknya juga tak terlalu kokoh untuk membendung arus kekejaman. Bukankah kita juga menyaksikan orang juga melakukan kekerasan atas nama agama?
Dalam Holocaust versi SAC - Saturday Acting Club Yogyakarta ini, pertanyaan-pertanyaan muncul dari banyak fenomena tentang ”bagaimana kehalusan perasaan-perasaan manusia saat ini ” ketika godaan-godaan hidup sangat beragam dan semakin menyingkirkan kita dari esensi manusia berperasaan halus. 
Berita-berita pembunuhan, kematian, pemerkosaan, penyiksaan yang menghambur ketelinga kita tiap hari mungkin justru membuat kita jadi kebal. Meningkatnya kepadatan hidup perkotaan setiap hari juga merupakan faktor pemicu ketegaan penyebab tindak kekerasan terjadi. 
Lalu bagaimana anak-anak dengan dunia yang disaksikannya, mungkinkah mereka punya rasa tega yang lebih besar atas apa yang setiap hari ditontonnya di layar TV?! mungkinkah tindak kekerasan terjadi di ruang keluarga kita ?!
Rasanya tetap saja harus ada yang berjuang untuk mengingatkan kembali rasa belas kasih untuk meningkatkan kehalusan manusia kita yang didengungkan sebagai mahluk paling beradab.

4 komentar:

  1. mari, kita kembali ke esensi dari 'manusia', makhluk yang paling tinggi derajatnya dari semua makhluk hidup di bumi.
    jangan lagi asah pedang, namun kita asah sisi manusiawi dan keberadaban kita.

    BalasHapus
  2. Betul ya.. Semakin strees kalo dengar berita kekerasan mengatasnamakan agama. :(

    BalasHapus
  3. Lullaby Happy Happy
    oleh Rossa Rosadi

    Anak-anak hastina menebar jala di lingkar peradaban
    Bergegas menjerat bahagia yang melesat mencari rumahnya
    Tidakkah para satria menarik busur dalam perang?
    Wahyu dan hunusan pedang berlomba memenangkan kebenaran

    Para Kurawa melapis zirah dengan mimpi gemilang
    Memeras naluri perang untuk membunuh mimpi sendiri
    tak ada boneka
    tak ada tembang asmara
    panji-panji dilukis dengan air mata memenangkan kehampaan

    Kehangatan menekuk lututnya merundukkan kepala dari perih
    Keindahan dongengan menyembunyikan kengerian sejati
    Seperti anak-anak keong mengganti kepompong
    Kurawa dan Hastina menurunkan tetenger
    Selalu mencari yang lebih besar dari hidupnya sendiri

    Para Mpu bersedekah baju putih dibawah bongkahan prasasti
    Untuk mencatat syair lullaby
    Zaman ksatria sunyi dan teka-teki

    Batu-batu tua terbungkus kain mori
    Dibaca anak-anak pemulung
    untuk tebakan judi

    Tak usah heran
    happy-happy cuma di TV

    jogja 04-09-09

    BalasHapus
  4. tantangan terbesar dalam diri yaitu mengenali bagaimana pribadimu sendri. atau kamu akan terbunuh oleh dirimu sendiri

    BalasHapus